Pemberian Obat

obat6

Saran yang berkaitan dengan pemberian obat:

  1. Memberi obat pada anak, sebaiknya dilakukan di tempat terang. Hal ini untuk mengurangi resiko kekeliruan dalam pemberian obat atau salah dalam dosisnya.
  2. Jangan pernah untuk membuat dosis sendiri, baik itu menaikkan atau menurunkan dosis tanpa sepengetahuan dokter yang memberikan.
  3. Jika anak pergi berobat, padahal anak tersebut sedang minum obat, maka, catatlah obat tersebut, atau bawa obat dan resep yang diminumnya, hingga dokter tahu untuk pemberian obat selanjutnya.
  4. Jangan pernah menyuruh anak untuk minum obat sendiri karena kita belum bisa meyakini dia mampu mengukur apa yang diminumnya. Orang tua harus selalu mengawasi.
  5. Jika memberi obat bebas kepada anak, sebaiknya yang pernah diberikan oleh dokternya, jangan yang belum pernah diketahui oleh orang tua.
  6. Sebelum dan sesudah memberikan obat, bacalah dulu label kemasannya. Hal ini agar dosis yang kita berikan tepat.
  7. Jangan mengkonversikan takaran obat dengan ukuran rumah tangga, misalnya milliliter dengan takaran piring.
  8. Jika ingin memberikan obat yang berlabelkan untuk anak kurang dari 2 tahun, sedangkan anak kita usia tersebut, kosultasikanlah dengan dokter apakah memang obat tersebut atas persetujuannya.

 

Bolehkah mencampur obat ke dalam botol susu?

Untuk tujuan mempermudah pemberian obat, memang diperbolehkan untuk mencampur obat dengan susu ataupun sari buah, namun, dicampurnya adalah di sendok, bukan di dalam botol susunya.

Hal ini karena jika dicampurnya di dalam botol susunya, ada kemungkinan susunya justru tidak dihabiskan, hingga obatnya yang diminum pun tidak maksimal, atau dosisnya tidak terpenuhi. Selain itu, rasa susu atau sari buah tersebut menjadi berubah. Dikhawatirkan hal ini justru menyebabkan “anak” malah bermusuhan dengan susu atau sari buah dan tidak mau lagi minum susu atau sari buah lagi.

Dosis obat harus diperhatikan

Dalam memberikan obat kepada anak, mutlak harus diperhatikan dosisnya.

Obat yang dijual bebas, misalnya untuk batuk dan pilek, memang boleh diberikan kepada anak, namun harus dengan ketelitian. Jika pemberian ataupun dosisnya tidak tepat, bisa berbahaya. Jadi, pembacaan label mutlak dilakukan, baik masa kadaluarsanya, dosisnya, maupun cara penyimpanannya.

Bila terjadi kelebihan memberikan dosis, maka berilah anak minum sebanyak-banyaknya, hal ini agar diharapkan konsentrasi obat menjadi lebih rendah dan dipercepat keluarnya, baik melalui buang air besar (feses), keringat, maupun urine.

Penyimpanan Sendok Obat dan Pipet

obat4

Sendok obat dan juga pipet, sebaiknya disimpan di tempat penyimpanan obat atau di kotak obat.
Untuk obat, satu sendok teh, ukurannya setara dengan 5 ml, sedangkan satu sendok makan = 15 ml.
Sebaiknya dalam pemberian obat adalah menggunakan sendok obat yang ada ukurannya, karena jika menggunakan sendok biasa, ukurannya tidak standard. Untuk satu sendok teh biasa (yang tidak ada ukurannya), ukurannya bisa lebih besar atau lebih kecil dari 5 ml, hal yang sama juga bisa terjadi pada sendok makan yang tidak ada ukurannya.
Penggunaan sendok obat dan pipetnya, harus pula diperhatikan kebersihannya. Sendok obat maupun pipet, biarpun hanya digunakan oleh satu orang, bisa berjamur.
Sendok obat maupun pipet, jika sudah masuk ke mulut, akan terkontaminasi dengan ludah, maka dari itu, harus dibersihkan. Jika tidak dibersihkan dengan air panas, bakterinya akan masuk ke dalam botol obat tersebut.
Jika memberikan obat menggunakan pipet, lakukan dengan meneteskan obatnya melalui pipet, bukan dengan ditempelkan ke bibir .
Setelah pemberian, simpanlah kembali sendok obat maupun pipet ke dalam kotak obatnya.

Tentang Penyimpanan Obat

obat5

Masing-masing obat memiliki daya tahan yang berbeda, berarti tidak semua obat bisa disimpan.

Menyimpan obat tentu ada manfaatnya, terutama untuk kejadian yang mendesak, seperti: anak panas atau kejang malam hari. Dengan adanya simpanan obat penurun panas atau anti kejang, bisa langsung diberikan.

Obat-obatan yang bisa disimpan, bermacam-macam, antara lain obat bebas yang dapat ditemui di pasaran, seperti obat penurun panas, obat pilek, maupun obat batuk, obat-obatan antiseptic, dan juga perlengkapan P3K seperti kapas, kasa, dan lain lain.

Obat-obatan resep dokter yang sesuai dengan penyakit yang diderita anak juga bisa disimpan, misalnya: obat asma.

Meski boleh disimpan, tentu saja masing-masing obat mempunyai daya tahan yang berbeda, perhatikan selalu batas kadaluarsa yang tertera dalam kemasannya.

Untuk obat antibiotik yang sudah dilarutkan, yang harus habis dalam jangka waktu tertentu, misalnya 4 hari, setelah waktu itu, tidak boleh dipakai lagi. Hal ini berlaku juga untuk cairan oralit buatan dalam kemasan yang hanya digunakan dalam waktu 24 jam, setelah lewat waktu tersebut, tidak bisa dipakai lagi karena bisa saja sudah berubah komposisinya akibat adanya oksigenisasi.

Lain lagi untuk obat puyer, biasanya tidak dianjurkan disimpan, karena pada saat dokter membuat resep untuk obat racikan tersebut, disesuaikan dengan umur pasien, berat badan, serta ringan maupun berat penyakitnya.

Apabila obatnya tidak mengandung zat-zat higroskopik dan bukan bentuk puyer, perhatikanlah batas kadaluarsanya dan perubahan fisiknya. Jika sudah ada perubahan fisik biarpun belum melewati batas kadaluarsa, jangan digunakan lagi.

Telitilah obat, misalnya obat berjenis sirup, jika terjadi perubahan fisik, akan tampak di bawah cahaya lampu, seperti keruh, atau ada benang-benang, atau lapisan yang melayang-layang. Tentu keadaan seperti ini akan mempengaruhi efektifitas obat tersebut, bahkan bisa jadi akan berbahaya.

Untuk obat-obatan khusus resep dokter, misalnya obat asma atau yang lain, diharapkan dokter akan memberitahukan dosis pemakaiannya dan sampai kapan obat tersebut boleh disimpan. Jika obat habis pun, harus konsultasi ke dokter lagi.

Ada juga obat-obatan yang harus disimpan di tempat khusus, misalnya obat kejang, yang harus disimpan di lemari es/kulkas. Hal ini karena jika disimpan pada suhu biasa, fisiknya bisa cepat berubah atau efektifitasnya jadi menurun.

Jenis obat lain, ada yang berisi peringatan untuk tidak terkena sinar matahari, ini untuk menghindari senyawa-senyawa kandungannya terurai, akibatnya, efektifitas obat jadi berkurang atau tidak manjur lagi.

Hal lain yang disarankan, sebaiknya obatnya tetap dimasukkan ke dalam kemasan obatnya atau bungkusnya, hal ini untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat.

Hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan ialah tempat penyimpanan obat, yaitu harus jauh dari jangkauan anak-anak, atau sebaiknya dikunci karena dikhawatirkan diambil atau dibuat mainan oleh anak kecil. Jika anak kecil tersebut suka dengan rasanya, malah bisa meminum habis obat tersebut, ini bisa berbahaya.

Efek Samping Obat

obat2

Tidak ada obat yang aman 100%, masing-masing ada efek samping dan reaksinya.

Obat antihistamin, menyebabkan mengantuk.

Obat downsiness, mengakibatkan pusing.

Jika kelebihan dosis maka efeknya menjadi makin berat atau bahkan bisa menyebabkan keracunan.

Pada anak-anak, bila parasetamol kelebihan, dapat mengakibatkan hemolisis atau pecah darahnya dan bisa timbul bercak-bercak biru. Selain itu, ada juga yang menjadi susah tidur, jantung berdebar, sakit kepala, serta mual-mual.

Jika hal ini terjadi pada bayi, mungkin orang tua tidak bisa mengetahui hal ini, namun, biasanya, bayi akan rewel.

Sebenarnya, efek samping obat biasanya dicantumkan dalam leafletnya.

Jika terjadi kelebihan dosis, sebagai pertolongan pertama, berilah minum sebanyak-banyaknya, hal ini agar diharapkan konsentrasi obat menjadi lebih rendah dan dipercepat keluarnya, baik melalui buang air besar (feses), keringat, maupun urine. Setelah diberi minum, kemudian amatilah, apakah timbul kelainan atau tidak. Jika timbul kelainan, segeralah untuk dibawa ke bagian keracunan obat.

Reaksi obat yang cepat, bisa dilihat dalam 24 hingga 48 jam, sedangkan untuk reaksi yang lama, baru ketahuan efeknya setelah seminggu atau dua minggu.